Jumat, 12 September 2008

Hidupku pada bulan Juli hingga Agustus



Diawal bulan Juli 2008 kumulai kehidupanku tinggal di desa yang cukup pelosok,kenapa aku bilang desa pelosok karena jarak tempuh kita dari kota ke desa tersebut cukup memakan waktu.Desa itu bernama desa Pondok Bungur tepatnya di kawasan Purwakarta. Aku pergi kesana bukan untuk liburan bersama teman-teman lamaku melainkan karena tugas kuliahku yaitu menyelesaikan program ini.Program kuliah kerja nyata.


Hari pertama, seperti biasanya aku harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru kukenal,khususnya tempat dimana aku tidur. Pertama aku tidak bisa tidur di tempat di mana bantal,guling dan kasurnya tidak pernah aku kenal dari warna,bentuk dan aromanya. Kedua selalu saja aku punya masalah apabila aku mencoba tidur di tempat orang lain selalu saja aku batuk-batuk. Bukannya alergi pada tempat yang kotor, ditempat tidur yang bersih saja apabila aku mencoba tidur selalu saja aku batuk-batuk jika aku tidak mengenal medan tersebut.


***


Di desa itu aku bersama teman-temanku tinggal menumpang dirumah seorang nenek yang dirumahnya juga ditingali oleh anak dan cucunya.Rumah yang cukup luas karena baik dari kursi,meja hingga perabotan sama sekali tidak mereka punyai.Nenek tersebut dan anaknya bekerja sebagai petani. Petani yang mempunyai tanah.


Pada awalnya banyak hal yang tidak aku dan teman-temanku ketahui mengenai desa itu tapi lama kelamaan kita jadi mengetahui itu semua dikarenakan kita sering mendapatkan info dari nenek itu dan anaknya lewat obrolan ringan. Makanya aku beranggapan semua yang kita lakukan berangkat dari rumah nenek yang aku dan teman-temanku tumpangi dari rapat program sampai program yang diluar program kelompokku seperti berenang disungai,menyusuri lembah dan hutan hingga pergi ketempat orang “pintar” hanya sekedar untuk iseng saja.Membunuh waktu kata teman-temanku


***


Hari demi hari aku lalui tak terasa bahwa sudah dua bulan aku menetap di desa itu.Selesai sudah program kelompokku di desa itu. Satu beban terselesaikan tapi tiba-tiba beban yang lain datang menghampiri hidupku. Di hari kepulangan kelompokku aku merasa berat sekali untuk meninggalkan desa itu.Karena banyak hal yang aku cintai disana. Sungainya,sawahnya, udaranya,langitnya, nasinya, dan tentunya keakrabannya. Hingga pada akhirnya yang aku dapat luapkan pada saat itu ialah membiarkan diriku menangis,menangis layaknya anak kecil yang di ajak ibunya untuk pindah rumah karena rumah yang ditinggali oleh anak kecil tersebut habis kontraknya.

***


Aku memeluk satu per satu orang yang aku cintai disana, setiap langkah demi langkah menuju kepulanganku aku berkata dalam hati untuk berpamitan dengan alam sekitar. “Aku pulang, terima kasih sudah menerimaku dan mebahagiakanku” dalam hatiku aku berkata. Dalam perjalanan pulang kupotret semua hal yang ada disana, baik dan buruknya.Kulihat dalam pikiran lalu kusimpan di album kehidupanku.


***


Aku akan merindukan semua hal di tempat itu termasuk juga omelan pagi hari yang selalu didendangkan oleh ibu itu. Yang selalu juga berkata kepadaku dan kawan-kawanku ”sare wae,salat subuh atuh! Tong jiga korodok!”(tidur mulu,salat subuh dong! Jangan kayak kodok!). Walaupun aku dan teman-temanku tidak pernah mau bangun untuk salat tapi kita selalu menanggapi beliau dengan kentut. Kentut yang bersuara. Bukan salat melainkan kentut. Beliau tidak marah sama sekali malah apabila kita sudah bangun dan bercakap-cakap dengan beliau, beliau Cuma berkata “kalian ternyata sehat soalnya kalo pagi kentutnya nyaring suaranya”. Aku tidak tahu artinya tapi aku hanya menanggapi beliau dengan senyuman saja.


Sesampai dikosanku, pada malam harinya aku mau tidur, tidur menggunakan sleeping bag yang biasa aku gunakan disana, bukan tidur di spring bed kepunyaanku. Aku merebahkan badanku dan mulai membuka album kehidupanku dari bulan Juli hingga Agustus.Aku tertidur. Tidur yang begitu indah buatku. Indah, layaknya lansekap yang sering kulihat di tempat itu. Ya, desa itu.








Tidak ada komentar: