Minggu, 26 Oktober 2008

Kecerahan bintang yang tinggal sebongkah sisa gelap

“ Makhluk yang bernama Manusia itu agaknya gila. Ia mustahil menciptakan seekor ulat sekalipun, tapi ia menciptakan lusinan tuhan “ (Montaigne)



Euphoria tuhan yang didendangkan lewat tarekat-tarekat dan mistikisme lokal masing-masing daerah menurut ayahku muncul sewaktu era-era kolonial.Akibat dari ketidakberdayaan masyarakat dan ketiadaan materil yang mereka miliki. Mereka tidak punya pelipur lara buat dirinya lantas mereka melarikan diri dari kehidupan nyata dengan mencari sosok tuhan atau ratu adil yang selalu mereka percayai akan membantu keseluruhan hidup mereka.

Hingga saat ini warisan dari mereka yang terjajah dulu masih ada keberadaannya. Tapi, beda pemacunya, pemacunya saat ini ialah ketika baik seseorang maupun masyarakat mulai mapan dalam kehidupannya baik sandang,pangan,papannya tercukupi dan mempunyai banyak waktu luang maka dengan itulah mereka mencari sosok tuhan. Lewat kelas meditasi dan yoga di sebuah ashram, Ceramah dari kyai dan pendeta ditempat peribadatan dan wisata rohani ke Mekkah,Yerusalem dan kaki pegunungan Himalaya.

***

Asal mula aku tertarik terhadap spiritualitas ialah ketika aku duduk di bangku SMA. Saat itu aku selalu merasa diriku hampa dalam menjalani kehidupan. Padahal aku merasa diriku baik-baik saja. Uang jajan selalu ada di dompet,punya kekasih dan punya banyak teman. Tapi selalu saja gusar.

Karena hal itu aku tidak diam diri begitu saja melihat dan merasakan diriku seperti itu. Aku mulai mencari tahu. Awalnya aku mencari tahu dari buku. Hampir setiap harinya aku membaca buku yang berkaitan dengan permasalahan di dalam jiwaku. Dan hampir dalam setiap guratan yang tertulis di buku-buku tersebut aku terapkan dalam kehidupan harianku seperti meditasi, melakukan tarian Rumi dan puasa mutih. Awalnya aku sedikit puas tapi tetap saja tidak benar-benar puas. Aku merasa banyak mendapat kebaikan tapi tetap saja kegelisahan memburu diriku di setiap detiknya ketika aku menghirup dan membuang nafas.

Karena kegelisahan itu datang kembali aku memulai suatu perjalanan. Perjalanan yang membutuhkan tenaga, waktu luang dan uang pastinya. Perjalanan guna mencari orang yang sepemikiran denganku. Karena dengan perjalanan aku anggap, aku mungkin dapat mengenal lebih jauh sosok “diriku”.

Dalam perjalanan yang aku lalui saat itu, pada akhirnya memang aku mendapati orang yang sejenis diriku.Di berbagai tempat, baik di pedalaman maupun pesisir. Tetapi, tetap saja aku tidak puas dan masih tetap tidak bisa mengenal “diriku”, lagi-lagi diriku masih gelisah tak menentu. Hampir gila rasanya aku terbawa oleh perasaan ini. Seperti kita yang sedang berada di dalam perahu yang terombang-ambing ditendang kesana-sini oleh ombak yang begitu deras. Tidak ingin bunuh diri tapi juga tidak tahu apa yang harus dilakukan kedepannya.

Resah yang mendera jiwaku ini hampir selama 6 tahun kurasakan.Karena antara apa yang kupikirkan dan yang kualami tidak berkesinambungan geraknya. Hingga pada suatu saat ketika aku mulai berani menjelaskan permasalahanku dengan orang yang tidak sejenis dengan diriku tapi aku percaya dengan orang tersebut, aku malah mendapatkan pencerahan.

Pencerahan yang bukan berarti dia memberikanku wejangan terhadap hidupku melainkan justru dia mengobrak-abrik apa yang selama ini aku pikirkan mengenai “diriku” dan alam semesta. Anggapan yang pada mulanya membuatku terus berpikir tentang keberadaanNya sekarang sudah mulai aku biarkan begitu saja. Kubiarkan agar hidupku yang begitu singkat ini tidak termakan oleh hal yang bersifat imajiner.

Aku yakin keputusanku kali ini tidak menimbulkan dosa karena seandainya Dia Maha Tahu. Dia pasti sudah tahu kenapa aku memutuskan untuk tidak memikirkanNya. Pun jikalau Dia ada, aku juga sudah ditolak mentah-mentah untuk mengenal Dirinya, tidak ada pun sekarang jatuhnya aku tidak khawatir untuk meneruskan hidup.

Toh dengan keputusanku saat ini sekarang aku jadi lebih leluasa dalam menjalani hidup,lebih fokus dan tidak gusar lagi.

***

Sampai sekarang ayahku punya anggapan tersendiri terhadap individu-individu ataupun kelompok yang menggeluti dunia spiritual saja. Ayahku selalu menyampaikan kepadaku bahwa orang-orang tersebut ialah orang-orang yang lemah dan kalah. Karena pesan beliau aku jadi teringat di Rusia. Ketika kekaisaran Tsar memegang tampuk kekuasaan banyak sekte-sekte agama bermunculan, yang percaya akan turunnya sosok tuhan dengan wujud yang nyata. Entah apa itu buatan pemimpin sekte yang sudah bingung menampung kegelisahan jemaatnya yang terintimidasi oleh kekaisaran Tsar atau mungkin tuhan itu sendiri mewujud menjadi Lenin yang gagal dalam memaknai ajaran Marx yang sebenarnya?.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

nampaknya rasa keingintahuan kita membuat kita terbang terlalu tinggi.
namun terbangnya tak tentu arah.
seolah kita terbang di langit ke tujuh tanpa tahu tingkatan sebelumnya.
sehingga jatuh langsung ke daratan.
tak sanggup hinggap di langit-langit itu.
mungkin memang hanya bisa berjalan di permukaan tak jelas ini.

KEPARAT...!!!!!!!!!

Tangusti Nirilahi mengatakan...

serius banget sich... reaksi biokimia memang suka bikin begitu

divansemesta mengatakan...

Hm... nggak sepenuhnya ajaran ajaran mistis seperti perilaku sufi atau ajaran tasawuf membawa seseorang pada penyerahan tak terbatas pada keadaan. Kalau saja kita sedikit melirik ke arah khomainiy atau muthaharri tentu kita akan menganggap tidak sepenuhnya apa hal tersebut benar. Bahkan di dalam atheisme, agnostisisme, dan deisme kita bisa melihat para penganutnya berpasrah diri pada keadaan tapi bermegah2an dengan retorika sebagai seorang 'eksistensialis'.

Hanya sebatas mengunjungi blog dan menyapa kamu aja... :) nice contemplation