Minggu, 26 Oktober 2008

DARI WANAYASA,CIATER DAN LEMBANG BERPINDAH TEMPAT MENUJU PANGANDARAN,CIJULANG DAN BATU KARAS

“Kau bunuh hatiku saatku bernafas untukmu” (Tega- Glen Fredly)


“Cause I need you,like a dragonfly wings need the wind, like the orphan needs home once again, like heaven needs more to come in. I need you here like always been” (priceless- copeland)



Tepat sabtu pagi kemarin aku pergi bersama teman-temanku menuju Purwakarta. Pergi kali ini aku sedikit malas dikarenakan tidurku sebentar pada malam sebelum keberangkatanku. Kepergianku kali ini sungguh biasa-biasa saja dikarenakan Purwakarta tak sanggup menghibur jiwa malangku ini.

Memang Purwakarta saat itu tidak mampu memberikanku kesenangan buatku. Dan pada awalnya aku kesal tapi aku dapat memaafkannya kali ini. Dapat kumaafkan karena ternyata dari tetangganya yaitu Wanayasa, Ciater dan Lembang punya inisiatif sendiri untuk menghiburku. Itupun pada awalnya menghibur.


Malamnya di Purwakarta aku dan teman-temanku memutuskan untuk pulang sebelum fajar tiba. karena intinya kita tidak mendapatkan hal yang baru disana. Kita pergi sesuai kesepakatan dan mulailah perjalanan pulang kita berawal. Pagi kala itu buatku begitu menyegarkan dan menyejukan. Karena terasa sekali begitu mesranya pepohonan,rerumputan dan kicauan burung menyambutku saat itu.Sudah begitu mesranya, aku juga dimanjakan oleh tarian kabut tipis yang menari-nari dipermukaan telaga.

Setelah setengah perjalanan pulang ternyata alam tidak bosannya untuk terus mengiringi kepulanganku. Kali ini matahari terbit dengan congkaknya. Sangat terang dan menghangatkan sehingga menambah kesan bahwa dirinyalah yang membuat disekelilingku tampak hijau dan memukau. Aku memuja semua yang kulihat dan kurasakan saat itu sampai-sampai aku berteriak dan membuat gema di setiap celah dan sudut tempat yang kulewati yang berisi rasa girang dan hilangku. Girang karena terpukaunya diriku melihat keindahan alam dan kehilangan karena wanita yang sangat kukasihi sudah tidak ada dalam pandanganku.

Dalam teriakanku rasanya waktu berputar kembali ke tangggal 6 September 2007. Ketika aku pergi bersamanya untuk bersenang-senang di alam terbuka. Yang ada disana hanya ada perasaan bahagia dari kita. Karena untuk pertama kalinyalah kita pergi keluar kota berdua.

Aku akui ingatan itu terpatri mantap di dalam ingatanku. Dalam semua hal yang pernah kita lakukan dulu disana dari hal yang romantis hingga hal yang bodoh. Jadi apakah kamu ingat kita pernah melakukan pembicaraan dengan seorang nenek yang dirinya termasuk salah satu korban dari amukan Tsunami yang selamat? Apakah kamu pernah ingat sewaktu kita tidak diberikan selimut di tempat penginapan kita lantas aku rela menjadikan tubuhku menjadi selimutmu di sepanjang malam tidur kita? Apakah kamu pernah ingat kamu dulu pernah semangat sekali memboncengiku dengan batrix lantas terlihat orang bahwa aku pria aneh, karena diboncengi,membawa tas wanita dan memegangmu sangat erat?apakah kamu pernah ingat kita menunggu matahari terbenam sambil ditemani pasir basah dan deburan ombak?apakah kamu pernah ingat ketika kita mengabadikan diri kita di pesisir pantai dengan menggunakan handphone bututku? Apakah kamu pernah ingat kita main ayunan? Apakah kamu pernah ingat kita dapat kemudahan dalam pembiyaan travel yang mengantarkan kita ke banyak tempat? Apakah kamu pernah ingat kita berkunjung ke tempat produksi gula merah yang bahan bakunya dari air nira? Apakah kamu pernah ingat kita melihat dalang yang pintar berbahasa Inggris itu memainkan wayang goleknya? Apakah kamu pernah ingat kamu mau menikah denganku di Green Canyon saat waktunya tiba nanti? Apakah kamu pernah ingat betapa kau terpukaunya melihat laju air yang terpantul sinar matahari sehingga seperti kaca bening kita melihatnya? Apakah kamu pernah ingat kita melihat ikan yang bisa hidup daratan? Apakah kamu ingat sesampainya di Batu Karas aku anggap pantai tersebut biasa-biasa saja? Apakah kamu pernah ingat aku terjatuh di karang lantas berdarah dan kamu hanya tertawa saja karena aku disitu terlihat bodoh? Apakah kamu pernah ingat kamu tidak membolehkanku minum bir saat itu? Apakah kamu pernah ingat disaat kedua orang bule itu makan kepiting saus tiram kita hanya makan bala-bala saja? Apakah kamu pernah ingat selama kepulangan kita kamu tertidur dari awal perjalanan hingga akhir perjalanan di pundakku?

Masih ingatkah kamu bahwa sampai saat ini aku masih mencintaimu, Mengharapkan datangnya kamu ke dalam dekapanku lagi?Masih ingatkah?

Kecerahan bintang yang tinggal sebongkah sisa gelap

“ Makhluk yang bernama Manusia itu agaknya gila. Ia mustahil menciptakan seekor ulat sekalipun, tapi ia menciptakan lusinan tuhan “ (Montaigne)



Euphoria tuhan yang didendangkan lewat tarekat-tarekat dan mistikisme lokal masing-masing daerah menurut ayahku muncul sewaktu era-era kolonial.Akibat dari ketidakberdayaan masyarakat dan ketiadaan materil yang mereka miliki. Mereka tidak punya pelipur lara buat dirinya lantas mereka melarikan diri dari kehidupan nyata dengan mencari sosok tuhan atau ratu adil yang selalu mereka percayai akan membantu keseluruhan hidup mereka.

Hingga saat ini warisan dari mereka yang terjajah dulu masih ada keberadaannya. Tapi, beda pemacunya, pemacunya saat ini ialah ketika baik seseorang maupun masyarakat mulai mapan dalam kehidupannya baik sandang,pangan,papannya tercukupi dan mempunyai banyak waktu luang maka dengan itulah mereka mencari sosok tuhan. Lewat kelas meditasi dan yoga di sebuah ashram, Ceramah dari kyai dan pendeta ditempat peribadatan dan wisata rohani ke Mekkah,Yerusalem dan kaki pegunungan Himalaya.

***

Asal mula aku tertarik terhadap spiritualitas ialah ketika aku duduk di bangku SMA. Saat itu aku selalu merasa diriku hampa dalam menjalani kehidupan. Padahal aku merasa diriku baik-baik saja. Uang jajan selalu ada di dompet,punya kekasih dan punya banyak teman. Tapi selalu saja gusar.

Karena hal itu aku tidak diam diri begitu saja melihat dan merasakan diriku seperti itu. Aku mulai mencari tahu. Awalnya aku mencari tahu dari buku. Hampir setiap harinya aku membaca buku yang berkaitan dengan permasalahan di dalam jiwaku. Dan hampir dalam setiap guratan yang tertulis di buku-buku tersebut aku terapkan dalam kehidupan harianku seperti meditasi, melakukan tarian Rumi dan puasa mutih. Awalnya aku sedikit puas tapi tetap saja tidak benar-benar puas. Aku merasa banyak mendapat kebaikan tapi tetap saja kegelisahan memburu diriku di setiap detiknya ketika aku menghirup dan membuang nafas.

Karena kegelisahan itu datang kembali aku memulai suatu perjalanan. Perjalanan yang membutuhkan tenaga, waktu luang dan uang pastinya. Perjalanan guna mencari orang yang sepemikiran denganku. Karena dengan perjalanan aku anggap, aku mungkin dapat mengenal lebih jauh sosok “diriku”.

Dalam perjalanan yang aku lalui saat itu, pada akhirnya memang aku mendapati orang yang sejenis diriku.Di berbagai tempat, baik di pedalaman maupun pesisir. Tetapi, tetap saja aku tidak puas dan masih tetap tidak bisa mengenal “diriku”, lagi-lagi diriku masih gelisah tak menentu. Hampir gila rasanya aku terbawa oleh perasaan ini. Seperti kita yang sedang berada di dalam perahu yang terombang-ambing ditendang kesana-sini oleh ombak yang begitu deras. Tidak ingin bunuh diri tapi juga tidak tahu apa yang harus dilakukan kedepannya.

Resah yang mendera jiwaku ini hampir selama 6 tahun kurasakan.Karena antara apa yang kupikirkan dan yang kualami tidak berkesinambungan geraknya. Hingga pada suatu saat ketika aku mulai berani menjelaskan permasalahanku dengan orang yang tidak sejenis dengan diriku tapi aku percaya dengan orang tersebut, aku malah mendapatkan pencerahan.

Pencerahan yang bukan berarti dia memberikanku wejangan terhadap hidupku melainkan justru dia mengobrak-abrik apa yang selama ini aku pikirkan mengenai “diriku” dan alam semesta. Anggapan yang pada mulanya membuatku terus berpikir tentang keberadaanNya sekarang sudah mulai aku biarkan begitu saja. Kubiarkan agar hidupku yang begitu singkat ini tidak termakan oleh hal yang bersifat imajiner.

Aku yakin keputusanku kali ini tidak menimbulkan dosa karena seandainya Dia Maha Tahu. Dia pasti sudah tahu kenapa aku memutuskan untuk tidak memikirkanNya. Pun jikalau Dia ada, aku juga sudah ditolak mentah-mentah untuk mengenal Dirinya, tidak ada pun sekarang jatuhnya aku tidak khawatir untuk meneruskan hidup.

Toh dengan keputusanku saat ini sekarang aku jadi lebih leluasa dalam menjalani hidup,lebih fokus dan tidak gusar lagi.

***

Sampai sekarang ayahku punya anggapan tersendiri terhadap individu-individu ataupun kelompok yang menggeluti dunia spiritual saja. Ayahku selalu menyampaikan kepadaku bahwa orang-orang tersebut ialah orang-orang yang lemah dan kalah. Karena pesan beliau aku jadi teringat di Rusia. Ketika kekaisaran Tsar memegang tampuk kekuasaan banyak sekte-sekte agama bermunculan, yang percaya akan turunnya sosok tuhan dengan wujud yang nyata. Entah apa itu buatan pemimpin sekte yang sudah bingung menampung kegelisahan jemaatnya yang terintimidasi oleh kekaisaran Tsar atau mungkin tuhan itu sendiri mewujud menjadi Lenin yang gagal dalam memaknai ajaran Marx yang sebenarnya?.