Kamis, 07 Januari 2010

Kungkum

Dengan membawa bir,makanan ringan dan uang secukupnya,aku dan beberapa kawanku pelesir ke pantai. Pelesir kali ini buatku pribadi ialah keinginanku untuk melihat dan menyatukan diriku kembali dengan apa yang dinamakan Gan Eden,Pairidaeza,Taman Firdaus atau apalah itu namanya(aku tidak butuh penamaan dan definisi yang jelas sebenarnya dalam mengungkapkan sebuah makna).

***

Taman Firdaus yang kumaksud bukanlah sebuah pantai yang memesonakan matamu. Tempat atau wadah itu lebih dari pikiran kita yang picik (rasionalitas modern,hitung-hitungan yang sangat matematis).Maka tolong lupakan gambaranmu mengenai Surga,taman Firdaus,Promise Land yang kamu dapat dari buku-buku.Karena hal ini ialah suatu yang purba, maka kamu tidak bisa menjawabnya hanya dengan cara ingin tahu lalu browsing di internet atau membeli buku lalu mendapat pengertian akan hal itu.Tidak wahai Homo Sapiens.Tidak.Engkau tidak akan pernah mengerti jika engkau aku dan semuanya tidak pernah mempertautkan dirimu dengan merasakan lantas menjalaninya dengan cara yang lembut namun panas seperti bara api,dengan asah dengan asih dengan asuh.Sesuatu yang purba.Dimana bukan bunga yang kamu cari namun akar dan tunas yang kamu genggam dan kamu tanam.

***

Aku tidak memilih laut sebagai tempat pencarian atas diriku,begitu pula laut tidak memilihku untuk mengunjunginya. Sebenarnya hanya sebuah ikatanlah yang dengan sadar aku terlibat di dalamnya yang pada akhirnya aku dan laut punya kerinduan yang terdalam Sebuah ikatan yang dilupakan oleh kita semua dimana unsur air meliputi hampir dikeseluruhan tubuh kita begitu juga bumi yang selalu menyimpan unsur air disekitarnya baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat.

Sesaat setelah aku sampai di bibir pantai aku mulai mengucapkan salam.Aku berkata kepada laut “wahai Indung betapa rindunya diriku ini kepadamu”. Lalu aku mulai mendatanginya,aku mencoba melarungkan diriku dan mulai melontarkan kata-kata purba yang dulu muncul dalam meditasiku.Kubisikan kata-kata tersebut dalam hatiku.Dengan pengulangan yang ikhlas. Seketika itu juga badanku hangat. Aku Shunya. Nibbana ini dengan perlahan membuatku hangat. Begitu hangat dan lambat. Hingga di satu titik aku sadar aku ialah anak haram dari peradaban ini.

Tidak ada komentar: